Kamis, 10 Maret 2016

Ulasan UU BUMN

Penjelasan Undang-undang No 19 tahun 2003 tentang BUMN pasal 77-95

Oleh: Zulfa Zumrotun Nisa'


             Badan Usaha Milik Negara atau BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan (pasal 1 ayat 1). BUMN mempunyai peran untuk menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan kemakmuran yang sebesar-besarnya untuk masyarakat. Selain itu, BUMN juga merupakan salah satu sumber penerimaan/pendapatan Negara yang signifikan dalam berbagai bentuk seperti pajak, deviden dan hasil privatisasi.
Pengaturan pemerintah mengenai BUMN terdapat pada Undang-undang No 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Pada artikel ini pasal 77 sampai pasal 95 Undang-undang No 19 tahun 2003 akan dibahas untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Dagang dan Bisnis. Pembahasan pasal ini akan mencakup beberapa topik utama, diantaranya:
1.      BAB VIII Restrukturisasi dan Privatisasi, yang terdiri atas
a.  Bagian keempat mengenai Prinsip Privatisasi dan Kriteria Perusahaan yang Dapat Diprivatisasi
b.      Bagian kelima mengenai Komite Privatisasi
c.       Bagian keenam mengenai Tata Cara Privatisasi
d.      Bagian ketujuh mengenai Kerahasiaan Informasi
e.       Bagian kedelapan mengenai Hasil Privatisasi
2.      BAB IX Ketentuan lain-lain
3.      BAB X Ketentuan Peralihan, dan
4.      BAB XI Ketentuan Penutup
Sebelum masuk ke pembahasan tiap pasal, perlu diketahui bahwa Privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat (pasal 1 ayat 12).
Topik pertama yang dibahas adalah mengenai Prinsip Privatisasi dan Kriteria Perusahaan yang Dapat Diprivatisasi. Dalam pasal 77 dijelaskan bahwa ada beberapa jenis bentuk perseroan yang tidak dapat di privatisasi, yakni perseroan yang dikelola oleh BUMN, perseroan yang bergerak di sektor usaha pertahanan dan keamanan negara, perseroan yang bergerak di sektor yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan perseroan yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam. Mengenai bentuk perseroan yang dapat diprivatisasi dibahas pada pasal 76. Dan dalam pasal 78 dijelaskan bahwa dalam melaksanakan proses privatisasi diatur berdasarkan ketentuan pasar modal, penjualan langsung kepada investor, dan penjualan kepada manajemen dan/atau karyawan yang bersangkutan.
Topik kedua yaitu mengenai Komite Privatisasi, dibahas dalam pasal 79, 80, dan 81. Dalam pasal 79 dijelaskan bahwa komite privatisasi dibentuk sebagai wadah koordinasi untuk membahas dan memutuskan kebijakan tentang privatisasi di bawah pimpinan Menteri Koordinator dan pemilihan anggota komite privatisasi yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Dalam pasal 80 dijelaskan mengenai tugas yang harus dilaksanakan sebagai anggota komite privatisasi dan hal komite privatisasi untuk mengundang, meminta masuan dan/atau bantuan instansi pemerintah atau pihak lain yang diperlulan. Dalam pasal 81 membahas mengenai beberapa tugas yang harus dilakukan Menteri dalam melaksanakan privatisasi dan langkah-langkah apa saja yang harus diambil Menteri untuk melakukan privatisasi.
Topik ketiga yang dibahas adalah mengenai Tata Cara Privatisasi yang terdiri atas pasal 82, 83 dan 84. Pada pasal 82 dijelaskan bahwa privatisasi harus didahului dengan tidakan seleksi perusahaan berdasarkan kriteria menurut Peraturan Pemerintah, apabila lolos seleksi perusahaan tersebut mendapat rekomendasi dari Menteri Keuangan lalu akan disosialisasikan kepada masyarakat serta dikonsultasikan kepada DPR. Pada pasal 83 dijelaskan mengenai ketentuan leibh lanjut dari cara privatisasi diatur dalam Peraturan Pemerintah dan pasa pasal 84 dibahas mengenai larangan badan hukum yang berpotensi mengalami benturan kepentingan untuk melakukan proses privatisasi. Yang dimaksud dengan adanya benturan kepentingan adalah pihak-pihak yang mempunyai hubungan afiliasi.
Topik keempat yaitu mengenai Kerahasiaan Informasi, di mana dalam pasal 85 dijelaskan bahwa semua pihak yang yang terkait dalam program dan proses privatisasi harus dapat menjaga kerahasiaan informasi yang didapatnya, apabila ada yang melanggar atau membocorkan informasi akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Topik kelima yang dibahas adalah mengenai Hasil Privatisasi, dalam pasal 86 dijelaskan hasil privatisasi akan disetor langsung ke Kas Negara dan ketentuan-ketentuan lebih lanjut akan diatur dengan adanya peraturan pemerintah. Hasil privatisasi yang dimaksud di sini adalah hasil bersih setelah dikurangi biaya-biaya pelaksanaan privatisasi.
Topik keenam yaitu mengenai Ketentuan Lain-lain dalam undang-undang BUMN yang dibahas dalam pasal 87 sampai pasal 92. Dalam pasal 87 dibahas mengenai penetapan karyawan BUMN berdasarkan pejanjian kerja bersama sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam pasal 88 dibahas mengenai penyisihan sebagian laba bersih oleh BUMN untuk keperluan pembinaan usaha kecil serta pembinaan masyarakat diatur dengan Keputusan Menteri. Pasal 89 membahas mengenai Anggota Komisaris, Dewan Pengawas, Direksi, dan karyawan BUMN dilarang melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 90 membahas mengenai pemberian donasi untuk amal atau tujuan sosial oleh BUMN ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 91 dijelaskan bahwa selain organ BUMN tidak diperbolehkan ikut campur tangan dalam pengurusan BUMN dan pasal 92 dibahas mengenai perubahan bentuk badan hukum BUMN diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Topik ketujuh yang dibahas adalah mengenai Ketentuan Peralihan yaitu pada pasal 93 dijelaskan bahwa peralihan bentuk BUMN dari Perusahaan Jawatan menjadi Perusahaan Umum atau Persero harus dilakukan dalam jangka waktu paling lambat dua tahun sejak Undang-undang ini diberlakukan. Segala ketentuan yang mengatur BUMN tetap berlaku selama belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-undang ini.
Topik kedelapan dibahas mengenai Ketentuan Penutup, dalam pasal 94 dijelaskan bahwa sejak diberlakukan Undang-undang BUMN, Indonesische Bedrijvenwet (Staatsblad Tahun 1927 Nomor 419), Undang-undang Nomor 12 Tahun 1955, Undang-undang Nomor 19 Prp Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara, Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1969 dinyatakan tidak berlaku. Dan pada pasal 95 ditetapkan bahwa undang-undang ini berlaku sejak tanggal diundangkan.

Didiskusikan dan disajikan oleh:
Maratus Sholehah                   maratus54.blogspot.co.id
M. Hadi Triono                       hadyliteon.blogspot.com
M. Istiqlal Fahma                    fahmaiqlal21.blogspot.com
Pupuh Maharani                      pupuhmaharani.blogspot.com
Sinta Mai Liya                        sintamailiya4.blogspot.com
Zulfa Zumrotun Nisa’             zulfazoom.blogspot.com

Selasa, 01 Maret 2016

PENJELASAN UNDANG-UNDANG

Undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Pasal 82-108
Dalam 27 Pasal yang akan dibahas ini masuk dalam topik dari:
1)  BAB VI mengenai Rapat Umum Pemegang Saham yang mencakup Pasal 82-91
2)  BAB VII mengenai DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS yang terdiri atas
a)      bagian kesatu tentang Direksi yang mencakup Pasal 92-107, dan
b)      bagian kedua tentang Dewan Komisaris mencakup Pasal 108.

Berikut pemaparan dari setiap Pasal:
Pasal 82         : membahas tentang  tata cara pemanggilan RUPS dan ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi agar keputusan RUPS dapat disetujui.
Pasal 83         : membahas mengenai perseroan terbuka jika sebelum pemanggilan RUPS dilakukan wajib didahului dengan pengumuman mengenai akan diadakan pemanggilan RUPS.
Pasal 84         : membahas mengenai setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan lain.
Pasal 85         : membahas tentang siapa saja yang berhak menghadiri RUPS dan menggunakan hak suaranya.
Pasal 86         : membahas mengenai pelaksanaan RUPS yang apabila RUPS tersebut gagal karena hal kuorum tidak tercapai maka dapat dilaksanakan RUPS kedua, dan apabila dalam RUPS kedua gagal Perseroan dapat memohon pada ketua pengadilan negeri agar ditetapkan kuorum RUPS ketiga sebagai RUPS terakhir yang bersifat final.
Pasal 87         : membahas mengenai keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
Pasal 88         : membahas mengenai diadakannya RUPS untuk mengubah anggaran dasar dengan ketentuan yang berlaku dan apabila RUPS tersebut gagal dapat dilaksanakan RUPS kedua untuk pembahasan anggaran dasar tersebut.
Pasal 89         : membahas mengenai diadakannya RUPS untuk menyetujui penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan, pengajuan permohonan agar perseroan dinyatakan pailit, perpanjangan jangka waktu berdirinya, dan pembubaran Perseroan dengan ketentuan yang berlaku. Apabila RUPS gagal karena hal kuorum yang tidak tercapai dapat dilaksanakan RUPS kedua.
Pasal 90         : membahas mengenai catatan hasil RUPS wajib dibuat dan ditanda tangani oleh ketua RUPS dan minimal satu orang pemegang saham atau  lebih yang sudah ditunjuk oleh ketua RUPS atau catatan hasil RUPS tidak perlu ditanda tangani apabila dibuat dengan akta notaris.
Pasal 91         : membahas mengenai pemegang saham dapat membuat keputusan yang mengikat dilluar rapat RUPS apabila semua pemegang saham menyetujui secara tertulis  dengan menandatangani usul yang bersangkutan.
Pasal 92         : membahas mengenai pemberian tugas Direksi dalam Perseroan.
Pasal 93         : membahas mengenai siapa yang diperbolehkan untuk diangkat menjadi Direksi dan syarat-syarat yang mungkin muncul
Pasal 94         : membahas mengenai pengangkatan, pemberhentian dan pemberhentian anggota Direksi
Pasal 95         : membahas mengenai batalnya pengangkatan anggota Direksi karena tidak memenuhi persyaratan dan tanggung jawab yang dimiliki oleh Perseroan terhadap amggota Direksi yang mengalami pembatalan pengangkatan.
Pasal 96         : Membahas mengenai ketetapan besarnya gaji dan tunjangan anggota Direksi yang ditentukan oleh keputusan RUPS dan/atau dapat dilimpahkan kepada Dewan Komisaris untuk melaksanakan rapat Dewan Komisaris
Pasal 97         : membahas tentang tanggung jawab anggota Direksi atas pengurusan Perseroan tetapi anggota Direksi tidak bertanggung jawab atas beberapa kerugian dari Perseroan
Pasal 98         : membahas mengenai tugas Direksi sebagai wakil Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan aturan yang ada dalam undang-undang, anggaran dasar dan keputusan RUPS
Pasal 99         : membahas mengenai anggota Direksi yang berwenang dan tidak berwenang untuk mewakili Perseroan
Pasal 100       : membahas mengenai kewajiban Direksi
Pasal 101       : membahas mengenai kewajiban anggota Direksi untuk melaporkan kepada Perseroan mengenai saham, dan apabila anggota Direksi melalaikan kewajiban tersebut, ia wajib bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian yang timbul
Pasal 102       : membahas mengenai tindakan Direksi dalam melakukan pengalihan dan penjaminan kekayaan Perseroan
Pasal 103       : membahas mengenai wewenang Direksi untuk memberi kuasa tertulis kepada seorang karyawan perseroan atau lebih atau kepada orang lain untuk dan atas nama perseroan untuk melakukan suatu perbuatan hukum tertentu sesuai dengan surat kuasa yang diberikan.
Pasal 104      : membahas mengenai tanggung jawab dan wewenang Direksi atas kepailitan Perseroan.
Pasal 105      : membahas mengenai pemberhentian anggota Direksi.
Pasal 106      : membahas mengenai pemberhentian sementara anggota Direksi dan pembatalannya.
Pasal 107      : membahas mengenai ketentuan yang diatur dalam anggaran dasar.
Pasal 108      : membahas mengenai tugas Dewan Komisaris dalam melaksanakan tugas pengawasan terhadap Perseroan dan banyaknya Dewan Komisaris yang harus dimiliki oleh Perseroan.

Dibahas dan disajikan oleh:
KELOMPOK 4 HES 4C
M. Irvan Adi Prayitno           : killmehealme69.blogspot.com (BLOG TUAN RUMAH)
M. Ilham Habibie Masykur   : ilhamklewang201.blogspot.com
Sinta Mai Liya                       : sintamailliya4.blogspot.com
Zulfa Zumrotun Nisa’            : zulfazoom.blogspot.com


Jumat, 26 Februari 2016

HUKUM DAGANG DAN BISNIS

HUKUM DAGANG DAN BISNIS
Perusahaan Dan Unsur-Unsur Yang Ada Dalam Perusahaan
Oleh: Zulfa Zumrotun Nisa’ (1711143093)


Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan, pengertian dari perusahaan adalah “setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba, baik yang diselenggarakan oleh orang-perorangan maupun badan usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum, yang didirikan dan berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
Sedangkan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan yang dimaksud dengan perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba”

Berikur contoh badan usaha yang berada di sekitar Desa Panggungsari:
1.      Toko TAHA
Toko Taha merupakan suatu toko rumahan yang terletah di Desa Panggungsari, Kecamatan Durenan. Toko ini telah berdiri selama kurang lebih 8 tahun lamanya di bidang penjualan keperluan rumah tangga. Pemilik dari toko ini adalah sepasang suami istri, yaitu Pak Taha dan Bu Taha. Setiap pagi Pak Taha dan Bu Taha berbelanja ke pasar untuk keperluan memasak harian, selain itu Pak Taha dan Bu Taha melakukan kerjasama dengan beberapa suplier untuk memenuhi kebutuhan barang dagangannya.
Dalam pencatatan setiap transaksi, Bu Taha lah yang sudah terbiasa mengurus dengan melakukan pencatatan secara manual. Toko Taha ini tidak memiliki karyawan, melainkan dijalankan sendiri oleh anggota keluarga Pak Taha dan Bu Taha. Masyarakat sekitar sudah terbiasa membeli barang di toko tersebut, karena selain toko tersebut sudah berdiri cukup lama, pelayanan dari keluarga Pak Taha dan Bu Taha sangat memuaskan dan selalu ramah terhadap pelanggannya.
2.      Bengkel Servis Motor Noer
Bengkel ini sudah berdiri selama kurang lebih 3 tahun lamanya di Jalan Warung Asem Desa Panggungsari. Didirikan oleh Pak Noer dan dijalankan olehnya sendiri bersama dengan teman-temannya. Bengkel ini melayani servis motor, ganti oli, dan lain-lain. Bengkel ini hanya buka di hari tertentu saja, namun orang-orang disekitar daerah itu sudah terbiasa untuk menserviskan motornya di sana. persediaan barang di bengkel tersebut dipenuhi oleh Pak Noer dengan berbelanja di toko besar di daerah kota Trenggalek dan Tulungagung.
3.      Pentol Okle
Pentol Okle merupakan nama dari salah satu toko rumahan penjual jajanan pentol atau cilok di desa Panggungsari dan didirikan oleh Pak Sulis. Usaha ini sudah berdiri selama kurang lebih 9 tahun.

Tabel Identifikasi Perusahaan
Nama Badan Usaha
Terus menerus
Melakukan perjanjian
Tetap
Mencari laba
Terang-terangan
Pembukuan
Produksi
Jasa
Toko Taha
-
Bengkel Noer
-
Pentol Okle
-
-


Ketiga badan usaha yang telah disebutkan di atas memang tidak terdaftar sebagai badan usaha resmi, namun ketiga badan usaha tersebut dapat disebut sebagai perusahaan karena telah memenuhi kriteria perusahaan yang telah disebutkan di Undang-undang Republik Indonesia No 8 tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan dan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.

Rabu, 23 Desember 2015

HUKUM YANG SUBSTANTIF = KEADILAN BAGI MASYARAKAT

Hukum Modern, Ciptakanlah Keadilan Bagi Waria
Oleh: Zulfa Zumrotun Nisa’ (1711143093)

Negara modern adalah suatu istilah yang menunjuk pada instirusi yang memiliki arsitektur rasional melalui pembentukan struktur penataan yang rasional. Negara modern ini muncul pada abad ke 18 dengan menerapkan hukum modern yang sesuai dengan sebutan Negara modern. Hukum modern memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan hukum tradisional yang digantikannya. Menurut Marc Galanter ada beberapa ciri dari aturan hukum modern antara lain:
  1.  Hukum modern terdiri atas peraturan-peraturan yang seragam dan tidak bervariasi dalam penerapannya. Aturan ini bersifat territorial daripada “individual”
  2.  Hukum modern bersifat transaksional. Hak-hak dan kewajiban lebih merupakan hasil transaksi antara para pihak, bukan sekelompok pihak yang tidak berubah dan memiliki ketergantungan dengan para individu atau pihak luar melalui transaksi tertentu.
  3. Norma-norma hukum modern bersifat universal.
  4. Sistemnya adalah hirarkis.
  5. Sistem diatur secara birokrasi.
  6. Sistem yang rasional.
  7. Sistem dijalankan oleh para profesional.
  8. Sistem menjadi lebih teknis dan kompleks.
  9. Sistem yang dapat diubah.
  10. Hukum berhubungan dengan negara sehingga negara memonpoli penyelesaian seluruh sengketa.
  11.  Kegiatan menemukan hukum dan menerapkannya pada kasus yang konkrit dibedakan secara personal dan teknis pada fungsi pemerintahan.
Dari ke sebelas ciri di atas, kelompok masyarakat yang paling berkepentingan dengan lahirnya hukum modern adalah kaum borjuis. Dalam sistem lama yang feodalis, kaum borjuis tidak mendapat tempat yang cukup karena struktur masyarakat didominasi kelompok ningrat yang dekat dengan kekuasaan raja dan gereja. Marc Galanter menekankan bahwa model hukum modern selalu menekankan pada kesatuan atau unifikasi (unity), keseragaman atau kodifikasi (uniformity) dan universal (universality). Dengan begitu, hukum dibuat umum, abstrak dan formal. Sejak saat itu dikenallah asas equality before law yaitu asas kesamaan di muka hukum.
Perkembangan hukum modern mendatangkan ketidakpuasan bagi sebagian masyarakat. Asas kesamaan di muka hukum digugat karena telah menyebabkan hukum dan penegak hukum tidak mempertimbangkan konteks sosial suatu peristiwa hukum. Akibatnya orang-orang lemah dan terlemahkan cenderung mengalami kekalahan. Sebagai antithesis dari paham modernisme, muncullah paham baru yang menamakan dirinya postmodernisme. Postmodern merupakan penolakan yang radikal terhadap pemikiran modern yang mengandaikan universalitas. Inti dari postmodernisme adalah menolak usaha untuk menyusun cara pandang yang tunggal. Postmodernisme dalam hukum dikenal dengan nama critical legal studies atau aliran hukum kritis dengan berbagai derivasinya seperti feminist legal studies, critical race theories, radical criminology dan lain-lain. Aliran hukum kritis merupakan lanjutan dari ajaran hukum pada awal abad 20 di mana hukum dipandang sebagai instrumen yang dapat membawa masyarakat pada keadaan tertib dan cenderung bercorak pragmatis. Hukum yang dipersepsikan sebagai alat mencapai ketertiban sosial ini pada praktiknya tekah gagal mencapai tujuannya, dikarenakan gagal menemukan metode yang tepat untuk mencapai tujuan itu.
Pola pikir postmodernisme tersebut di atas berpengaruh pada semakin kaburnya bentuk-bentuk tradisional tentang identifikasi tertentu yang semula dipertahankan secara kaku oleh norma hukum. Identifikasi tersebut antara lain konsep tentan ras, jenis kelamin, kelas sosial, perkawinan dan lain-lain. Sebagian ahli hukum menemukan kesadaran pada akhir abad 20 bahwa keadilan sesungguhnya tidak pernah disentuh oleh hukum, sebagian lagi berpendapat bahwa keadilan itu tidak pernah ada. Menurut Munir Fuady aliran hukum kritis secara radikal mendobrak hukum yang sudah ada sebelumnya, menggugat klaim kenetralan dan keobjektifan hukum, hakim dan penegak hukum lainnya. Gugatan klaim kenetralan terutama ditujukan kepada realitas keterpihakan mereka pada golongan atas, kuat, mayoritas atau kaya dalam rangka mempertehankan hegemoninya atau keberpihakan hukum terhadap politik dan ideologi tertentu.
Di Indonesia keberadaan asas kesamaan di muka hukum tercermin pada Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 pasal 27 ayat 1 yang berbunyi “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” dan ayat 2 yang berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”. Namun dalam realitasnya masih banyak orang-orang yang tersisihkan dan termarjinalkan dari hukum, seperti contohnya waria. Waria adalah seorang laki-laki namun memiliki kecenderungan sifat, psikis dan mental sebagai perempuan sehingga membuat orang yang bersangkutan ingin merubah bentuk tubuhnya agar mirip perempuan sebisa mungkin. Adanya hal yang dianggap tidak wajar ini, keberadaan waria jarang disukai oleh masyarakat karena dianggap telah menyalahi aturan alam di mana yang ada dan pasti jenis kelamin hanya ada laki-laki dan perempuan.
Pada hari Senin tanggal 22 Desember 2015 lalu, saya (Zulfa Zumrotun) dan teman-teman (Rohmatul Umah, Wike Lusiana, Zulfatun Ulaini, Yolanda Agnes dan M. Stipan) sempat berbincang-bincang sejenak dengan seorang waria yang tinggal di kota Kediri untuk berbagi pengalamannya selama menjadi waria. Nama waria tersebut adalah Nadia Sinar Ayu (nama yang dibuat sendiri oleh narasumber) lahir di Kediri tahun 1996 silam. Nadia lahir di lingkungan keluarga yang kurang mampu. Kecenderungan psikis perempuannya memang sudah ada sejak ia masih kecil, sehingga kebiasaan-kebiasaan yang biasanya dilakukan oleh perempuan sudah dijalaninya sejak masih kecil pula dan itu terus berlangsung hingga sekarang. Fisiknya telah berubah lebih mirip perempuan. Demi tubuh perempuannya itu Nadia rela menghabiskan uang satu juta per bulan.
Perbedaan perilaku dengan fisiknya ini jelas menerima respon yang kurang baik oleh masyarakat. Seperti ketika Nadia masih di bangku sekolah, ia tetap mengenakan seragam laki-laki namun ia juga tetap memiliki kebiasaan untuk berpenampilan seperti perempuan. Sempat Nadia menanyakan kepada gurunya untuk mengenakan rok, namun ditolak. Beberapa kali Nadia mendapatkan kecaman dari guru karena kebiasaannya itu. Ketidaksukaan guru kepadanya membuatnya merasa sangat berat untuk menjalani masa sekolah. Ketika di bangku sekolah menengah atas Nadia pernah mengajukan beasiswa untuk sekolahnya, namun juga ditolak karena dianggap sebagai orang yang tidak pantas untuk mendapatkan beasiswa. Hingga akhirnya Nadia keluar sekolah karena tidak mampu menanggung biaya untuk sekolah. Keluarnya Nadia dari sekolah mendapat respon guru, sebagian ada yang tidak setuju Nadia keluar karena ia berbakat di bidang seni dan sebagian lagi memilih lebih baik Nadia keluar sekolah karena membuat citra sekolah menjadi buruk.
Setelah putus sekolah Nadia mencoba bekerja di sebuah kedai. Kedai tersebut buka selama 24 jam dan gaji yang diterima Nadia Rp. 25.000,00 per hari. Namun pada kenyataannya, pemilik kedai berbuat semaunya dengan memberi gaji hanya Rp. 50.000,00 atau Rp. 100.000,00 per bulannya. Jatah makanpun mengurangi gaji yang seharusnya diterima oleh Nadia. Perlakuan dari pemilik kedai ini jelas sangat tidak berperikemanusiaan. Menahan gaji yang seharusnya diterima oleh Nadia dan selalu memberi potongan gaji terhadap apa yang seharusnya Nadia terima sebagai karyawan. Hingga akhirnya empat bulan kemudian, Nadia berhenti bekerja di kedai tersebut.
Setelah bekerja di kedai tersebut, Nadia mencoba bekerja di tempat lain beberapa kali dan sekarang ia sedang berusaha mendirikan salon sendiri sambil menerima tawaran untuk menyanyi di acara-acara tertentu di kota sebagai penyanyi waria. Hal tersebut lebih mudah dijalani oleh Nadia karena ia tidak memerlukan tanda pengenal untuk melakukan pekerjaan tersebut, selain itu Nadia memiliki bakat lebih di bidang tata rias dan seni. Sejak awal Nadia sudah menyadari keadaannya, sehingga ia tidak berharap lebih untuk menjadi orang besar.
Dalam bidang tarik suara Nadia memiliki kualitas yang bagus, namun statusnya sebagai penyanyi waria sering mendapat respon yang kurang menyenangkan. Beberapa kali Nadia mengalami pembatalan konser secara tiba-tiba karena dari pihak yang mengadakan acara mengetahui bahwa Nadia adalah seorang waria. Perlakuan tersebut seakan Nadia tidak dihargai karena ia adalah seorang waria.
Dari situ dapat diketahui bahwa Nadia sebagai waria mengalami penyisihan atau pengucilan oleh masyarakat sebagai sesama manusia dan warga negara karena ia dianggap berbeda dalam hal yang tidak baik. Nadia sendiri tidak menginginkan menjadi waria. Menjadi waria bukanlah keinginannya, bukan cita-citanya, tapi itulah yang telah diberikan Tuhan kepadanya. Hingga saat ini pandangan masyarakat yang negatif terhadap kaum waria masih menempel sangat lekat. Nadia memang waria, namun sebisa mungkin ia mencari penghasilan dengan cara yang baik. Status waria yang tidak diakui oleh pemerintah jelas memberikan kesulitan bagi kaum waria untuk memperoleh suatu keadilan. Dengan ini diharapkan Indonesia memberikan suatu afirmative action sebagai tindakan untuk menciptakan keadilan-keadilan yang substantif atau keadilan yang senyatanya kepada kaum waria dan kaum lain yang masih tersisihkan oleh hukum. Hukum yang adil bukan hanya berdasarkan Undang-undang namun juga berdasarkan realitas yang ada.
Harapan Nadia sebagai kaum waria adalah ia ingin dapat mengganti namanya secara legal, dapat menikah dengan cara yang legal, membahagiakan kedua orang tuanya, sukses menjalankan salonnya, dan sesegera mungkin ia ingin mengadopsi anak untuk diasuhnya.

DAFTAR PUSTAKA
Ni’mah, Zulfatun, 2012, Sosiologi Hukum. Sebagai Pengantar. Yogyakarta: Teras
UNDANG-UNDANG DASAR 1945