SOLIDARITAS DAN HUKUM
Teori Solidaritas adalah sebuah rumusan
teori yang dikemukakan oleh Emile Durkheim sebagai seorang pemerhati
masyarakat. Durkhem merumuskan bahwa hukum sebagai suatu kaidah yang bersanksi
dimana berat dan ringannya senantiasa bergantung dari sifat pelanggaran,
anggapan-anggapan serta keyakinan masyarakat tentang baik buruknya suatu
tindakan dan peranan sanksi-sanksi tersebut dalam masyarakat.[1]
Menurut
Emile Durkhem terkait dengan hukum, ada dua jenis Solidaritas, yakni
solidaritas organis dan solidaritas mekanis. Masing-masing memiliki ciri-ciri
yang berbeda.
A.
Tipe
solidaritas Mekanis
Memiliki ciri:
·
Pembagian
kerja rendah/homogen
·
Kesadaran
kolektif kuat
·
Hukum
represif sangat dominan
·
Individualitas
rendah
·
Konsensus
terhadap pola normative
·
Komunitas
terlibat dalam menghukum seorang yang melakukan penyimpangan
·
Saling
ketergantungan tinggi
·
Bersifat
primitif dan pedesaan
B.
Tipe
solidaritas Organis
Memiliki ciri:
·
Pembagian
kerja tinggi/heterogen
·
Kesadaran
kolektif rendah
·
Hukum
restif dominan
·
Individualis
tinggi
·
Konsensus
terhadap nilai abstrak
·
Badan-badan
kontrol sosial yang melakukan penghukuman
·
Saling
ketergantungan rendah
·
Bersifat
industri dan perkotaan[2]
STUDY
KASUS
Masyarakat
di desa Panggungsari kecamatan Durenan kabupaten Trenggalek tergolong
masyarakat homogen dengan prosentase
pekerjaan 75% seorang petani 25% lain-lain. Penulis telah melakukan observasi
dari 20 kepala keluarga di sekitar dengan hasil 15 kepala keluarga dengan pekerjaan
pokok sebagai petani, 2 kepala keluarga sebagai PNS, 2 kepala keluarga membuka
toko kecil, dan 1 kepala keluarga bekerja serabutan. Di lingkungan desa ini terlihat
jelas memiliki tingkat solidaritas yang masih sangat kuat.
Sebagai
contoh adalah ketika adanya suatu acara pernikahan di desa tersebut. Warga desa
terutama dari kalangan ibu pasti akan datang dan membantu di tempat terjadinya
acara. Bahkan tanpa perlu diundang, mereka pasti akan membantu dalam persiapan
pelaksanaan acara tersebut. Hal itu sudah menjadi suatu tradisi turun-temurun
untuk saling membantu satu sama lain walau tanpa diminta. Kesadaran untuk
saling membantu tersebut sudah tertanam kuat dalam diri setiap masyarakat untuk
saling membantu dan bergotong royong dalam setiap kesulitan. Oleh sebab itu, menyebabkan
tingkat ketergantungan tingkat solidaritas antar warga tinggi.
Apabila
ada salah seorang warga yang mengabaikan setiap kegiatan yang melibatkan banyak
orang seperti pada kasus ketika ada acara pernikahan, pasti nantinya ia akan
dipertanyakan mengenai alasan ketidakhadiran itu. Kebiasaan egois seperti itu
sangat buruk untuk kelangsungan hidupnya tinggal di desa tersebut. Karena nantinya
ia bisa mendapat gunjingan ‘miring’ sebagai warga yang tak mau bersosialisasi
dengan warga yang lain.
Di lingkungan
pedesaan seperti di desa Panggungsari, melakukan sosialisasi dengan warga
sekitar seakan telah menjadi suatu syarat untuk tinggal di lingkungan tersebut.
Hal ini sesuai dengan salah satu teori Emile Durkhem mengenai solidaritas
mekanis, dimana dalam lingkup pedesaan yang tergolong masyarakat homogen memiliki
hukum represif lebih dominan, apabila ada yang melanggar maka akan dikenai
suatu sanksi entah itu kasap mata atau tidak kasap mata, seperti yang ada di
contoh merupakan sanksi berupa ‘gunjingan’. Selain itu kesadaran kolektif
masyarakat masih sangat kuat, memiliki sifat saling letergantungan yang tinggi
antar warga, dan tingkat individualitas yang rendah.
Diterima, 75.
BalasHapus